PENDAHULUAN
Sebagai negara demokrasi yang berlandaskan UUD. Negara Indonesia
sangatlah menghargai pendapat ataupun aspirasi dari rakyatnya. Oleh karena itu
UUD telah mengatur dan menjamin sebagaimana rakyat Indonesia, bebas untuk berkumpul
ataupun berorganisasi. Sehingga setiap rakyat pun terdorong untuk membentuk
suatu organisasi.
Sejak di adakannya pemilihan umum secara langsung melalui voting
(pemungutan suara terbanyak). Pemilihan umum di Indonesia
sejak masa kemerdekaan Republik Indonesia,
sudah di lengkapi dengan berbagai macam partai politik. Partai Politik adalah
organisasi yang bersifat nasional dan di bentuk oleh sekelompok warganegara indonesia
secara sukarela atas dasar kepentingan bersama.
Sebagaimana dengan latarbelakang masalah yang telah di jelaskan di atas.
Dengan demikian rumusan masalah yang akan di bahas, yaitu:
A. Bagaimana
sejarah lahirnya partai politik di Indonesia?
B. Apakah
definisi dari partai politik?
C. Bagaimana
pengklasifikasian atau pengelompokan partai?
D. Apakah
fungsi atau peranan dari partai politik?
BAB 2
PEMBAHASAN
Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Pada
mulanya perkembangannya hanya di negara-negara barat seperti Inggris dan
Perancis. Kegiatan politik di pusatkan pada kelompok-kelompok politik dalam
parlemen. Dengan meluasnya hak pilih, kegiatan politik berkembang di luar
parlemen dengan terbentuknya panitia pemilihan umum.
Sejak masa penjajahan Belanda dan Jepang, macam-macam partai politik yang
bertujuan sosial maupun berasaskan agama telah ada di Indonesia.
Seperti partai Budi Utomo, Muhammadiyah, Sarekat Islam, PNI, Katolik, Masyumi,
dan sebagainya. Hal ini merupakan suatu bentuk manifestasi rakyat Indonesia yang menginginkan Indonesia
merdeka dari bangsa asing.
Syarat pembentukan partai politik pun telah di atur sedemikian rupa di
dalam UU tentang partai politik. Seperti halnya di dalam pasal 2 ayat 1tahun
2008 UU partai politik. Telah di jelaskan bahwa, “partai politik di dirikan dan di bentuk paling sedikit 50 orang warga
negara Indonesia yang berusia 21 tahun dengan akta notaris”.[1][1] Sehingga setiap kelompok orang tidak
dapat dengan sembarangan ingin membentuk suatu partai politiknya sendiri.
Dengan demikian pada suatu negara demokrasi, peranan partai politik
sangatlah di perlukan. Demi mendukung sistem demokrasi tersebut.
Partai politik secara umum dapat di definisikan dengan, sekumpulan
kelompok orang yang mempunyai tujuan ataupun kepentingan yang sama. Dengan
tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kekuasaan politik. Biasanya
dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan mereka.[2][2] Berbagai pengertian atau definisi dari
partai politik menurut beberapa para ahli, yaitu:
· Carl J. Friedrich: Partai Politik
adalah “sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan
merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan
partainya, berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya
kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil”.[3][3]
· R. H. Soltau: “Partai Politik adalah
sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak
sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk
memilih. Bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum
mereka”.[4][4]
· UU Partai Politik pasal 1 ayat 1 tahun
2008: Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan di bentuk
oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik
anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 1945.[5][5]
Klasifikasi partai dapat dilakukan dengan berbagai cara. Jika dilihat
dari segi komposisi dan fungsi kenggotaannya, secara umum partai poltik dapat
dibagi dalam dua jenis yaitu partai as dan partai kader. Partai masa
mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggota, oleh karena itu ia
biasanya terdir dari pendukung – pendukung dari berbagai aliran alira politik
dalam masyarakat yang sepakat untuk bernaung di bawahnya dalam memperjuangkan
suatu program yang biasanya luas dan agak kabur. Namun, kelemahan dari partai
massa masing –masing aliran atau kelompok yang bernaung di bawah partai
massa cenderung untuk memaksakan
kepentingan masing – masing, terutama pada saat – saat krisis, sehingga
persatuan dalam partai dapat menjadi lemah atau hilang sama sekali, hal itu
menyebabkan salah satu golongan memisahkan diri dan mendirikan partai baru.
Sedangkan partai kader mementingkan keketatan organisasi dan disiplin kerja
dari anggotanya. Pimpinan partai biasanya menjaga kemurnian doktrin politik
yang dianut dengan jalan mengadakan saringan terhadap calon anggotanya dan
memecat anggota yang menyeleweng dari garis partai yang telah ditetapkan.
Klasifikasi lainnya dapa dilakukan
dari segi sifat dan orientasi, secara
umum dapat dibagi dalam dua jenis yaitu partai lindungan dan partai ideology
atau partai azas.
Partai lindungan biasanya memiliki organisasi nasional yang kendor,
disiplin yang lemah dan biasanya tidak terlalu mementingkan pemungutan iuran
secara teratur. Sedangkan partai ideology atau azas biasanya mempunyai pandangan hidup yang
digariskan dalam kebijaksanaan pimpinan dan berpedoman pada disiplin partai
yang kuat dan mengikat.
Pembagian di atas sering dianggap
kurang memuaskan karena dalam setiap partai ada unsure lindungan serta
pembagian rezeki di samping pandangan hidup tertentu. Oleh karena itu Maurice
Duverger dalam bukunya yang berjudul Political Parties, mengklasifikasikan
partai politik ke dalam tiga jenis, yaitu sistim partai tunggal, sistim
dwi-partai dan sistim multi-partai.
Dalam sistem ini, hanya ada satu partai dalam suatu negara atau ada satu
partai yang mempunyai kedudukan dominan di antara beberapa partai lainnya untuk
dapat menyalurkan aspirasi rakyat. Sehingga aspirasi rakyat tidak dapat
berkembang dengan baik. Segalanya ditentukan oleh satu partai tanpa adanya campur
tangan partai lain, baik sebagai saingan maupun sebagai mitra. Partai tersebut
tentunya adalah partai yang mengendalikan pemerintahan. Suasana kepartaian
dinamakan non-kompetitif karena partai-
- partai yang ada harus menerima pimpinan dari partai yang dominan dan tidak
dibenarkan untuk saling bersaing secara merdeka melawan partai itu. Contohnya
adalah Partai Nazi di Jerman, Partai Fascis di Italia dan Partai Komunis di Uni
Soviet, RRC, Jerman.
Negara yang paling berhasil meniadakan negara – negara lain
ialah Uni Soviet, Partai komunis Uni Soviet bekerja dalam suasana yang
non-kompetitif. Tidak ada partai lain yang boleh bersaing. Oposisi dianggap
sebagai pengkhianatan.
b. Sistem Dwi-Partai
Dalam sistem ini diartikan adanya dua partai dalam suatu negara atau
adanya dua partai yang berperan dominan dari partai yang lain. Dalam sistem ini
di bagi jelas antara partai yang berkuasa dan partai oposisi. Partai yang kalah
berperan sebagai pengecam utama tapi yang setia terhadap kebijaksanaan partai
yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian bahwa peranan ini sewaktu –
waktu dapat bertukar tangan. Dalam persaingan memenangkan pemilihan umum kedua
partai berusaha untuk merebut dukungan orang – orang yang ada di tengah dua
partai dan yang sering dinamakan pemilih terapung.
Sistem dwi-partai dapat berjalan dengan baik apabila
terpenuhi tiga syarat, yaitu komposisi masyarakat homogeny, consensus dalam
masyarakat mengenai azas dan tujuan sosial yang pokok kuat, dan adanya
kontinuitas sejarah. Contohnya adalah Partai Konservatif (Tory) dan Partai
Buruh di Inggris serta Partai Liberal dan Partai Buruh di Australia.
Inggris biasanya di kemukakan sebagai contoh yang paing ideal dalam menjalankan
sistem dwi-partai. Partai buruh dan Partai Konservatif boleh di katakan tidak
mempunyai pandangan yang banyak berbeda mengenai azas dan tujuan politik, dan
perubahan pimpinan umumnya tidak terlalu mengganggu kontinuitas dalam
kebijaksanaan pemerintah. Perbedaan yang pokok hanya berkisar pada cara–cara
dan kecepatan melaksanakan beberapa program pembaharuan yang menyangkut masalah
sosial, perdagangan dan industri. Di samping kedua partai tadi ada beberapa
partai kecil lainnya, diantaranya yan paling penting adalah Partai Liberal.
Kedudukan partai ini relatif sedikit artinya dan baru terasa perannya jika
kemenangan yang dicapai oleh salah satu partai besar hanya tipis sekali,
sehingga perlu diadakan koalisi dengan Partai Liberal.
c. Sistem Multi-Partai
Dalam sistem ini terdapat lebih dari dua partai. Ada negara yang mempunyai sampai 12 partai,
walau umumnya berkisar antara 5 sampai 8 partai saja. Indonesia hanya
memiliki tiga orsospol. Negara lainnya yang menganut sistem multi partai adalah
Jerman, Perancis, Jepang, Malaysia.
Dalam sistem multi-partai, jika tidak ada partai yang meraih suara
mayoritas, maka terpaksa dibentuk pemerintahan koalisi. Penentuan suara
mayoritas adalah “setengah tambah satu”, yaitu bahwa sekurang – kurangnya lebih
dari separuh jumlah anggota parlemen.
D. Fungsi Partai Politik.
Sistem politik memiliki memiliki beberapa fungsi yang di laksanakan oleh
partai politik itu sendiri. Terdapat 7 fungsi yang menjadi pengendali dari
sistem politik tersebut ketika menjalankan sebuah tugas atau wewenangnya. Salah
satu utama dari fungsi partai politik ialah mencari dan mempertahankan
kekuasaan seperti fungsi rekrutmen dan fungsi-fungsi lain yang akan dijabarkan.
Fungsi pertama yaitu fungsi sosialisasi politik. Yang dimaksud dengan
sosialisasi politik ialah proses pembentukan sikap dari diri politik masyarakat
itu sendiri. Melalui proses sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat
memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung
dalam masyarakat. Proses ini berlangsung seumur hidup mereka baik secara
sengaja dan tidak. Contoh dari yang tidak disengaja yaitu melalui pendidikan.
Contoh dari yang tidak disengaja itu melalui pengalaman sehari-hari baik dari
keluarga atau pun dari warga masyarakat sekitarnya..
Dari segi metode penyampaian pesan, sosialisasi politik dibagi dua, yakni
pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu
proses pembelajaran yang diajarkan antara pemberi dan penerima pesan. Dalam
proses ini, para anggota masyarakat mempelajari dan lebih mengetahui tentang
nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya yang ada. Mulai
dari pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai
politik. Cara yang dilakukan dalam proses ini seperti melalui kegiatan kursus,
latihan kepemimpinan, diskusi dan keikutsertaan dalam berbagai forum pertemuan.
Sedangkan indoktrinasi politik diartikan sebagai proses sepihak ketika
penguasa memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai, norma, dan simbol
yang dianggap pihak yang berkuasa sebagai sesuatu hal yang ideal dan baik. Cara
yang dilakukan yaitu dengan melalui kegiatan berbagai forum pengarahan yang
penuh paksaan psikologis, dan latihan yang penuh disiplin.
Rekrutmen politik ialah seleksi dan pemilihan umum atau seleksi dan
pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah
peranan dalam system politikpada umumnya dan pemerintahan pada khususnya[6][6].
Dalam artian, fungsi ini adalah fungsi untuk memilih seseorang yang benar-benar
mengetahui atau ahli dalam menjalankan peranan dan system politik di sebuah
lembaga atau pemerintahan.
Partai politik merupakan partai tunggal dari sistem politik totaliter
dimana partai ini memiliki porsi besar. Porsi besar yang dimaksud yaitu partai
politik memiliki suatu tugas atau tanggung jawab yang dimiliki kepada seluruh
partai yang ada di partai politik. Partai politik ini merupakan partai mayoritas
dalam badan perwakilan rakyat sehingga berwenang membentuk pemrtintahan dalam
system politik demokrasi.
Tujuan kedua dari fungsi rekrutmen adalah mencari dan mempertahankan
kekuasaan. Selain itu,fungsi rekrutmen politik sangat penting bagi kelangsungan
system politik sebab tanpa elite yang mampu melaksanakan
peranannya,kelangsungan hidup sistem politik akan terancam.
Partisipasi Politik ialah kegiatan warga Negara biasa dalam memengaruhi
proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan
pemimpin pemerintahan[7][7].
Kegiatan yang di maksud, antara lain, mengajukan tuntutan, membayar pajak,
melaksanakan keputusan, mengajukan kritik kepada suatu kebijakan umum yang
sudah dibuat oleh pemerintah. Partai politik juga memiliki fungsi untuk membuka
kesempatan, mendorong dan mengajak para anggota dan anggota masyarakat lain
untuk menggunakan partai politik sebagai kegiatan mereka untuk memengaruhi
suatu proses politik.
Jadi, partai politik dapat disebut sebagai wadah dalam partisipasi
politik. Fungsi ini memiliki porsi yang lebih tinggi dari sistem politik
totaliter dalam partai politik, karena fungsi ini lebih mengharapkan ketaatan
dari warga daripada aktivitas warganya.
Dalam masyarakat, terdapat sejumlah kepentingan yang berbeda dengan orang
lain bahkan acapkali bertentangan, seperti antara kehendak yang diinginkan
seseorang dan kehendak yang tidak diinginkan oleh orang lain, seperti
mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dan kehendak untuk mendapatkan barang
dan jasa dengan harga murah tetapi bermutu, antara kehendak untuk mencapai dan
mempertahankan pendidikan tinggi yang bermutu tinggi, tetapi dengan jumlah
penerimaan mahasiswa yang lebih sedikit dengan kehendak masyarakat untuk
menyekolahkan anak ke perguruan tinggi, antara kehendak menciptakan dan
memelihara kestabilan politik dengan kehendak berbagai kelompok, seperti
mahasiswa, intelektual, pers, dan kelompok agama untuk berkumpul dan menyatakan
pendapat secara bebas.
Fungsi pemadu kepentingan ini merupakan salah satu fungsi utama partai
politik sebelum fungsi rekrutmen yang mencari dan mempertahankan kekuasaan.
Fungsi ini sangat menonjol dalam system politik demokrasi. Karena dalam sistem
politik totaliter, kepentingan dianggap seragam jadi partai politik dalam
sistem ini kurang melaksanakan fungsi pemadu kepentingan. Alternatif kebijakan
umum yang diperjuangkan oleh partai tunggal dalam sistem politik totaliter
lebih banyak merupakan tafsiran atas ideologi doktriner. Dalam sistem politik
demokrasi, ideologi digunakan sebagai cara memandang permasalahan dan perumusan
penyelesaian masalah dengan menggunakan konsep atau teori.
Komunikasi politik ialah proses penyampaian informasi mengenai politik
dari pemerintahan kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah[8][8].
Disini partai politik memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai
komunikator politik. Funsi ini tidak hanya menyampaikan segala keputusan
pemerintah tetapi juga menjalankannya.
Dalam melaksanakan fungsi ini, partai politik tidak begitu saja
menyampaikan segala informasi yang disampaikan pemerintah kepada masyarakat
atau dari masyarakat kepada pemerintah. Tetapi partai politik memiliki cara
sendiri agar masyarakat ataupun pemerintah dapat memahami informasi dengan
mudah. Partai politik menggunakan konsep dasar dari ilmu komunuikasi dimana
penerima informasi (komunikan) dapat dengan mudah memahami dan memanfaatkan
informasi tersebut.
Dengan kebijakan pemerintah ini segala aspirasi atau pendapat, keluhan
dan tuntutan masyarakat sudah dapat diterjemahkan dari bahasa teknis ke bahasa
yang dapat dimengerti oleh pemerintah sekarang ini. Jadi, proses komunikasi
politik antara pemerintah dan masyarakat dapat berlangsung secara efektif
melalui partai politik.
Dalam arti luas konflik yang dimaksud dari fungsi ini, mulai dari
perbedaan pendapat sampai pada pertikaian fisik antar-individu atau kelompok
dalam masyarakat. Dalam Negara demokrasi, setiap warga Negara atau kelompok
masyarakat berhak menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya
sehingga konflik merupakan gejala yang sukar. Akan tetapi, suatu sistem politik
hanya akan mentolerir atau menerima konflik yang tidak mengancurkan dirinya
sehingga permasalahannya tidak menjadi semakin menambah konflik yang terjadi,
melainkan mengendalikan konflik melalui lembaga demokrasi untuk mendapatkan
penyelesaian dalam bentuk keputusan politik.
Partai politik sebagai salah satu lembaga demokrasi berfungsi untuk
mengendalikan konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang
berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari
pihak-pihak yang berkonflik yang kemudian permasalahan ini dibawa ke dalam cara
musyawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelesaian berupa
keputusan secara politik. Untuk mencapai penyelesaian berupa keputusan politik
itu, diperlukan kesediaan berkompromi antara para wakil rakyat, yang berasal
dari partai-partai politik. Apabila partai-partai politik keberatan untuk
mengadakan kompromi, atau bahkan tidak mengikuti cara musyawarah yang
ditetapkan berarti partai politik bukan mengendalikan konflik, melainkan
menciptakan konflik dalam masyarakat tersebut.
Kontrol politik ialah kegiatan untuk menunjukan kesalahan, kelemahan, dan
penyimpangan dalam isi suatu kebijakan atau dalam pelaksanaan kebijakan yang
dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah[9][9].
Kebijakan pelaksanaan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah. Dalam
melakukan suatu kontrol politik atau
pengawasan yang pertama dilakukan yaitu adanya tolak ukur yang jelas sehingga
kegiatan itu bersifat objektif.
Tolak ukur dalam fungsi kontrol politik ini berupa nilai-nilai dan norma
politik yang dianggap ideal dan baik. Kemudian dijabarkan ke dalam berbagai
kebijakan atau peraturan perundang-undangan. Selain itu, tujuan kontrol politik
adalah meluruskan kebijakan atau pelaksanaan kebijakan yang menyimpang dan
memperbaiki yang keliru sehingga kebijakan dan pelaksanaannya sejalan dengan
tolak ukur tersebut.[10][10]
Fungsi kontrol ini merupakan salah satu mekanisme politik dalam sistem politik
demokrasi umtuk memperbaiki dan memperbaharui dirinya secara terus-menerus.
Jika fungsi kontrol politik tersebut dilaksanakan maka partai politik
harus menggunakan tolak ukur. Sebab tolak ukur merupakan kesepakatan bersama
yang menjadi landasan atau pegangan bersama.
Berdasarkan fakta, tidak semua fungsi partai politik dilaksanakan dalam
porsi besar dan tingkat keberhasilan yang sama. Tetapi semua fungsi dijalankan
sesuai kepada sistem politik itu sendiri yang menjadi faktor yang melingkupi partai politik tersebut,
tetapi juga ditentukan oleh faktor lain. Di antaranya yaitu berupa dukungan
atau semangat yang diberikan anggota
masyarakat terhadap partai politiknya.
Menurut pasal 11 ayat 1 dalam Undang-Undang Partai Politik.
Partai Politik berfungsi sebagai sarana:
1) Pendidikan
politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang
sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara;[11][11]
2) Penciptaan
iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk
kesejahteraan masyarakat;[12][12]
3) Penyerap,
penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan
menetapkan kebijakan negara;[13][13]
4) Partisipasi
politik warga negara Indonesia;
dan[14][14]
5) Rekrutmen
politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi
dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.[15][15]
BAB 3
PENUTUP
Partai
politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan
kahidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung
jawab.Dengan kondisi Partai Politik yang sehat dan fungsional, maka
memungkinkan untuk melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan,
pendidikan politik dan kontrol sosial yang sehat. Dengan Partai Politik pula,
konflik dan konsensus dapat tercapai guna mendewasakan masyarakat. Konflik yang
tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk memecah belah partai, tapi konflik
yang timbul dicarikan konsensus guna menciptakan partai yang sehat dan
fungsional
Menumbuhkan
Partai Politik yang sehat dan fungsional memang bukan perkara mudah. Diperlukan
sebuah landasan yang kuat untuk menciptakan Partai Politik yang benar-benar
berfungsi sebagai alat artikulasi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo,
Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik-cet.
Ke-26. Jakarta:
Gramedia
Pustaka Utama, 2004.
Rudy, Teuku May.
Pengantar Ilmu Politik-cet. pertama. Bandung: Eresco, 1993
Sanit, Arbi. Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Surbakti,
Ramlan. Memahami Ilmu Politik-cet.
ketujuh. Jakarta:
Grasindo, 2010.
Syafiie, Inu
Kencana. Ilmu Politik-cet. pertama. Jakarta: Rineka Cipta,
1997.
Undang-Undang
Partai Politik & Perubahannya (2011).
0 komentar:
Posting Komentar