BAB I
PENDAHULUAN
Pekerjaan
Auditor dalam membentuk opini atas laporan keuangan terutama terdiri dari
mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti mengenai asersi laporan keuangan.
(Guy, Dan, et al, 2002). Tujuan auditor adalah mengumpulkan bukti-bukti yang cukup
kompeten untuk memberikan dasar yang masuk akal bagi suatu opini atau pendapat
berkaitan dengan laporan keuangan.
Dalam laporan audit yang dihasilkan auditor, secara
eksplisit auditor menyatakan bahwa dia mengakui konsep risiko dan materialitas.
Pun dalam PSA no.25, diberikan pedoman bagi auditor dalam mempertimbangkan
risiko dan materialitas pada saat perencanaan dan pelaksanaan audit atas
laporan keuangan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan
Indonesia.
Risiko
audit dan materialitas mempengaruhi penerapan standar auditing, khususnya
standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta tercermin dalam laporan
audit bentuk baku. Risiko audit dan materialitas, bersama dengan hal-hal
lain,perlu dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat, dan luas prosedur
audit serta dalam mengevaluasi hasil prosedur tersebut.
PSA seksi 311,01 menyatakan bahwa
pekerjaan audit harus direrncanakan dengan matang dan jika dipergunakan asisten
maka harus dilakukan supervisi yang memadai. Perencanaan audit meliputi
pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan.
Sifat lingkup, dan saat perencanaan bervariasi dengan ukuran dan kompleksitas
entitas, pengalaman mengenai entitas, dan pengetahuan tentang bisnis entitas.
Dengan
demikian auditor harus merencanakan pekerjaan auditnya sebaik-baiknya, sehingga
kemungkinan menanggung Risiko yang besar dapat dihindari, sehingga pertimbangan
yang diambil untuk menyatakan opini yang sesuai dapat dipertanggungjawabkan.
Risiko audit
(audit risk) merupakan Risiko
kesalahan auditor dalam memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian atas
laporan keuangan yang salah saji secara material. Risiko bisnis (business risk) merupakan risiko
dimana auditor akan menderita kerugian atau merugikan dalam melakukan praktik
profesinya akibat proses pengadilan atau penolakan publik dalam hubungannya
dengan audit.
Pengguna
laporan keuangan merupakan unsur utama dalam risiko bisnis. Untuk menentukan
tingkat kepastian yang diperlukan, auditor terlebih dahulu harus
mengidentifikasi pengguna potensial laporan keuangan. Jumlah pengguna laporan
keuangan yang lebih besar akan meningkatkan risiko bisnis dan dapat
meningkatkan tingkat kepastian yang diinginkan auditor.
SAS No. 47, tentang Risiko Audit
dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit (AU 312), meminta auditor untuk
menilai risiko audit. SAS No. 47, juga menjelaskan bahwa risiko salah saji (misstatement)
yang material dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh penipuan
merupakan bagian dari risiko audit dan meminta auditor secara khusus menilai
risiko tersebut.
Perkembangan kegiatan bisnispun
ternyata mampu mempengaruhi dan membawa perubahan paradigma pelaksanaan audit
dari pendekatan dengan pengendalian ke pendekatan audit berdasarkan Risiko
(Pemeriksa No. 93, 2003). Pergeseran fokus audit dari pengendalian ke risiko
telah membuat suatu revolusi yang besar dalam pendekatan audit masa kini.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. KAJIAN PUSTAKA
Setiap usaha memiliki suatu risiko didalamnya. Termasuk
dunia perbankan itu sendiri. Karena salah satu kegiatan dunia perbankan adalah
menyalurkan dana kepada masyarakat berupa pembiayaan yaitu kredit. Dalam
pengelolaan kredit sangatlah diperlukan suatu kehati-haitan agar dapat
diminimalisasi suatu risiko kredit. Dalam kaitannya, audit internal manajemen
diperlukan dunia perbankan atau perusahaan didalamnya. Metodologi audit
internal berbasiskan risiko dapat melakukan lebih banyak daripada
mengkonfirmasi laporan keuangan. Audit internal berbasis risiko merupakan alat
yang penting untuk membantu manajemen menilai risiko yang terkandung didalamnya
termasuk pengelolaan risiko kredit dengan tujuan untuk menekan atau
meminimalisasi tingkat kredit bermasalah (Non
performing loan).
2.1.1. Perbankan
Perbankan merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan.
Sehingga dunia perbankan tidak terlepas dari masalah keuangan. Perbankan juga merupakan
lembaga penyimpanan dan penyaluran dana dari masyarakat. Selain itu juga Perbankan sebagai lembaga yang mengatur lalu
lintas uang pada suatu negara. Salah satu kegiatan perbankan adalah pembiayaan
atau pemberian kredit.
2.1.1.1. Pengertian Perbankan
dan Kegiatan Perbankan
Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai
lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan
deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang
(kredit) bagi masyarakat yang membutuhkan. Disamping itu juga bank dikenal
sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala bentuk
pembayaran dan setoran pembayaran seperti pembayaran listrik, telepon, air,
pajak, uang kuliah dan pembayaran lainnya. Bank merupakan suatu badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Kasmir, pengertian dari Bank adalah
sebagai berikut :
“Bank
merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”
(2002:23)
Dari
pengertian diatas maka bank merupakan suatu lembaga keuangan yang kegiatan
utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali
kepada masyarakat salah satunya dalam bentuk pembiayaan atau kredit yang
diberikan.Sedangkan menurut Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan No. 31 tahun 2004 mengenai akuntansi perbankan,
bank memiliki pengertian:
“Bank
adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara
pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus
unit) dengan pihak-pihak yang memerlukan dana (deficit unit), serta lembaga yang berfungsi memperlancar lalu
lintas pembayaran.”
(2004: 31)
Berdasarkan dari pengertian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya bank merupakan suatu lembaga keuangan yang
mempunyai fungsi sebagai intermediasi atau perantara bagi peredaran lalu lintas
uang, yaitu dengan cara menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana,
dalam bentuk simpanan dan kemudian mengelola dana tersebut dengan cara
meminjamkan kepada masyarakat yang memerlukan dana berupa pembiayaan atau kredit,
serta dapat memberikan jasa keuangan lainnya dan memperlancar lalu lintas
pembayaran.
Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana
dari masyarakat luas yang dikenal dengan istilah kegiatan funding. Pengertian penghimpunan dana maksudnya adalah mengumpulkan
dan mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas. Pembelian dana dari
masyarakat luas ini dilakukan oleh bank dengan cara memasang strategi agar
masyarakat mau menyimpan dananya dalam bentuk simpanan, jenis simpanan yang
dapat dipilih oleh masyarakat adalah seperti giro, tabungan, sertifikat
deposito dan deposito berjangka. Sebagai lembaga keuangan, kegiatan bank
sehari-hari tidak akan terlepas dari bidang keuangan. Kegiatan pihak perbankan
secara sederhana dapat kita katakan adalah membeli uang (menghimpun dana dari
masyarakat) dan menjual uang (menyalurkan dana) kepada masyarakat umum. Adapun
kegiatan-kegiatan perbankan yang ada di Indonesia menurut Kasmir, yaitu:
1. menghimpun
dana dari masyarakat,
2. menyalurkan
dana kepada masyarakat,
3. jasa-jasa
bank lainnya.
(2002:39)
Penjelasan mengenai kegiatan perbankan diatas adalah
sebagai berikut:
1.
Menghimpun
dana dari masyarakat.
Dalam menghimpun dana dari masyarakat ini dalam bentuk
simpanan giro, simpanan tabungan, dan simpanan deposito.
2.
Menyalurkan
dana kepada masyarakat.
Penyaluran dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit
investasi, kredit modal kerja, dan perdagangan.
3.
Jasa-jasa
Bank lainnya.
Dalam pemberian jasa-jasa bank lainnya seperti transfer,
inkaso, kliring, pembayaran pajak dan sebagainya.
Dari pengertian diatas, bahwa kegiatan dunia perbankan
adalah menghimpun dana dari masyarakat lalu menyalurkannya kembali kepada
masyarakat dalam bentuk kredit. Selain itu juga ada jasa-jasa bank lainnya
seperti transfer, pembayaran pajak, listrik, telepon dan lainnya.
2.1.2. Audit Internal Manajemen
Risiko Kredit
Pada saat ini, audit internal mengadaptasi pendekatan dan
metode mereka terhadap lingkungan yang berubah secara terus-menerus. Usaha
mereka telah melahirkan suatu tipe audit modern yang baru yang dikenal sebagai
audit internal berbasis risiko (risk-based
internal audit).
2.1.2.1. Audit Internal
Audit internal merupakan suatu kegiatan pengawasan dan
pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian auditor internal dalam suatu perusahaan.
Adapun pengertian dari audit internal Menurut Hiro Tugiman, adalah
sebagai berikut:
“Internal auditing adalah suatu fungsi penilaian yang
independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan
organisasi yang dilaksanakan”.
(2002:11)
Berdasarkan dari pengertian diatas, dapat kita ketahui
bahwa audit internal merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal
audit perusahaan. Pemeriksaan yang dilakukan untuk menguji dan mengevaluasi
kegiatan organisasi yang dilaksanakan didalam suatu perusahaan serta audit
internal merupakan fungsi penilaian yang independen.
Pengertian lain dari audit internal Menurut Amin Widjaja Tunggal, adalah sebagai
berikut :
“Audit
internal adalah fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam perusahaan
untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas-aktivitasnya sebagai jasa yang
diberikan kepada perusahaan.”
(2007:1)
Berasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa internal audit merupakan penilaian independen yang dibentuk didalam suatu
perusahaan. Audit internal yang dibentuk didalam suatu perusahaan yang bersifat
independen untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas-aktivitas perusahaan
maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang ditentukan.
2.1.2.2. Audit Internal
Manajemen
Audit internal manajemen merupakan suatu kegiatan dimana
pemeriksaan maupun pengawasan yang dilakukan berkaitan dengan manajemen
perusahaan. Audit internal berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya
adalah merupakan suatu penilaian independen didalam suatu perusahaan. Sedangkan
pengertian audit internal manajemen menurut Lawrence B. Sawyer, adalah:
“Audit internal manajemen
merupakan kegiatan pemeriksaan internal yang mengevaluasi seluruh proses
perencanaan dengan menentukan apakah rencana, kebijakan, dan prosedur telah
memenuhi standar tertentu dari praktik manajemen perusahaan.”
(2006:241)
Berdasarkan dari pengertian tersebut, maka audit internal
manajamen merupakan suatu pemeriksaan internal perusahaan yang mengevaluasi
secara keseluruhan mengenai rencana, kebijakan dan prosedur dari standar
manajemen perusahaan. Adapun pengertian lain dari audit internal manajemen
menurut Amin Widjaja tunggal, adalah:
“management internal audit atau audit internal manajemen merupakan
suatu teknik yang secara teratur dan sistematis digunakan untuk menilai
efektivitas unit atau pekerjaan dibandingkan dengan standar-standar perusahaan
dan industri, untuk meyakinkan manajemen bahwa tujuannya telah dilaksanakan dan
keadaan yang membutuhkan perbaikan ditemukan.”
(2000:2)
Berdasarkan pengertian tersebut, audit internal manajemen
adalah suatu kegiatan yang menilai efektivitas unit atau pekerjaan untuk
meyakinkan manajemen bahwa tujuannya telah dilaksanakan. Dengan kedua
pengertian diatas, maka audit internal manajemen merupakan suatu kegiatan
pemeriksaan internal perusahaan yang mengevaluasi, dan menilai mengenai
rencana, kebijakan dan tujuan dari manajemen telah dilaksanakan dengan baik.
2.1.2.3. Manajemen Risiko
Perkembangan produk-produk dunia perbankan yang semakin
beragam disertai dengan kemajuan sistem informasi yang cepat menyebabkan
operasi dan kegiatan perbankan menjadi lebih kompleks. Untuk itu perlu
diperhatikan cara untuk mengantisipasi dampak kerugian ataupun resiko yang akan
dihadapi bank maka diperlukan suatu pengelolaan risiko didalamnya yaitu
manajemen resiko. Pengertian dari Risk
Management (Pengelolaan risiko) menurut Amin Widjaja Tunggal adalah:
“Pengelolaan risiko (risk management) adalah suatu proses
untuk mengidentifikasi, mengakses, mengelola dan mengendalikan peristiwa atau
situasi yang dapat menjadi risiko, untuk menambah kepastian tercapainya tujuan
organisasi.”
(2007:27)
Berdasarkan dari pengertian tersebut, maka dapat kita
ketahui bahwa manajemen resiko atau pengelolaan resiko sangatlah diperlukan
dalam kegiatan usaha dari setiap perusahaan. Manajemen resiko merupakan suatu
proses dalam mengidentifikasi maupun mengelola serta mengendalikan situasi yang
dapat menjadi risiko untuk dihindari atau diminimalisasi karena setiap kegiatan
usaha mengandung banyak risiko didalamnya termasuk risiko kredit.
Untuk memenuhi kebutuhan pengawasan, sistem pengawasan
bank menurut Direktorat Penelitian dan
Pengaturan Perbankan Bank Indonesia ada dua hal yang difokuskan dalam
implementasi manajemen resiko, yaitu:
“Manajemen resiko dalam
pengawasan bank akan memfokuskan pada dua hal pokok, yaitu proses manajemen
resiko itu sendiri dan pendekatan kuantitatif atas resiko tersebut. Proses
manajemen resiko perlu untuk mengetahui apakah kegiatan pengendalian atas setiap
resiko sudah dilakukan dalam kegiatan operasional bank, sedangkan pendekatan
kuantitatif diperlukan untuk mengukur sampai seberapa jauh resiko yang dihadapi
dan seberapa besar kerugian yang akan dialami.”
(2001:14)
Dengan menerapkan risk
based supervision dalam sistem pengawasan, maka hal tersebut mampu
mengidentifikasi dan membatasi serta mengeliminir resiko-resiko yang
berhubungan dengan pengelolaan kegiatan usaha bank seperti resiko likuiditas,
resiko kredit, resiko perubahan suku bunga, resiko nilai tukar dan resiko
transaksi. Tujuan manajemen resiko adalah untuk mempersiapkan bank menuju
implementasi standar Basel II hingga tahun 2008. dan infrastruktur yang
diperlukan bagi suatu sistem pengelolaan resiko yang ketat, lengkap dan
terpadu.
Menurut Bank
Indonesia, tujuan dari Implementasi basel II adalah:
“Basel II bertujuan
meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan, dengan menitikberatkan
pada perhitungan permodalan yang berbasis resiko, supervisory review process, dan market
discipline. Framework Basel II
disusun berdasarkan forward-looking
approach yang memungkinkan untuk dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian
dari waktu ke waktu. Hal ini untuk memastikan bahwa framework Basel II dapat mengikuti perubahan yang terjadi di pasar
maupun perkembangan-perkembangan dalam manajemen resiko.”
(PBI
No.5, 2003:2)
Pengembangan dan peningkatan kualitas manajemen resiko
oleh perbankan nasional sesuai dengan peraturan Bank indonesia (PBI)
No.5/8/PBI/2003 tentang penerapan manajemen resiko bagi bank umum. Upaya ini
tentu tidak memilah antara Bank besar dan bank kecil karena budaya manajemen
resiko tentu berlaku sebagai pedoman yang umum.
Bank memerlukan kemajuan dalam kualitas manajemen resiko
pada aktivitas bank sehari-hari, khususnya proses dan kualitas pengukuran
resiko. Bank memperoleh pendapatannya dari menerima dan mengelola resiko
nasabah untuk memperoleh laba. Struktur tata kelola manajemen resiko Bank yang
kuat menjadi dasar evaluasi keseimbangan antara resiko dan tingkat pengembalian
untuk menghasilkan pendapatan yang berkesinambungan, mengurangi fluktuasi
pendapatan serta menekan non prforming
loan yang dapat berdampak pula pada risiko kredit.
2.1.2.4. Audit Internal
Manajemen Risiko Kredit
Audit internal manajemen resiko kredit atau audit berbasis
risiko (Risk-based internal Auditing)
merupakan suatu kegiatan dimana audit internal secara keseluruhan ikut dalam
melakukan pengelolaan aktivitas suatu kegiatan usaha khususnya yang mengandung
risiko didalamnya.
Adapun pengertian dari audit internal manajemen resiko
kredit (risk-based internal auditing) menurut
David O’regan adalah sebagai berikut:
“Management risk-based auditing (RBA) is auditing in which audit objectives and audit planning are driven by
a risk assessment philosopy.”
(2004:228)
Berdasarkan dari pengertian di atas, maka dapat diartikan
bahwa Audit internal manajemen risiko kredit adalah audit internal yang
didalamnya terdapat tujuan audit dan perencanaan audit yang didasarkan pada
prinsip risiko didalamnya. Adapun pengertian lain menurut Amin Widjaja Tunggal menjelaskan:
“Konsep Risk-based internal auditing merupakan identifikasi suatu risiko
bisnis, semakin tinggi risiko suatu area, maka harus semakin tinggi pula
perhatian dalam audit area tersebut. Audit harus memahami aspek pengendalian
dari bisnis yang bersangkutan. Pemahaman terhadap proses bisnis termasuk
memahami risiko dan pengendalian dari sistem dalam mencapai sasaran atau tujuan
organisasi.”
(2007:118)
Berdasarkan dari pengertian diatas, maka dapat diartikan
bahwa audit internal manajemen risiko kredit (Risk-based internal auditing) merupakan audit yang lebih difokuskan
pada pengelolaan risiko dimana audit internal ikut melakukan pengelolaan dalam
pengelolaan risiko didalamnya agar tujuan perusahaan dapat tercapai dan dapat
mengurangi risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan.
Untuk lebih jelasnya, adapun perbedaan dari audit berbasis risiko
0 komentar:
Posting Komentar