PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID DAN
AMIEN RAIS
TENTANG
ETIKA POLITIK DAN NEGARA ISLAM
Abstrak
Penelitian ini memfokuskan pada kajian tentang
Pemikiran Politik Islam Nurcholish Madjid dan M. Amien Rais tentang
Etika Politik dan Negara Islam di Indonesia. Dan diharapkan dari penelitian ini
dapat terungkap pokok-pokok masalah yakni, Pertama, Pemikiran politik Islam
Nurcholish Madjid dan M. Amien Rais tentang etika politik dan Negara
Islam di Indonesia serta perbedaan dan titik temunya. Kedua, Relevansi pemikiran
politik Islam Nurcholish Madjid dan M. Amien Rais di Indonesia saat ini.
Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library
research). Data diambil dari buku-buku dan tulisan-tulisan lain yang berkaitan
dengan kajian ini. Data yang terkumpul akan diolah dan dianalisis dengan
menggunakan alur pemikiran Interpretasi, Kesinambungan historis, dan Komparasi
.
Kedua
intelektual Islam Indonesia tersebut sependapat bahwa tauhid adalah landasan
moral-etis dalam membangun sistem politik Islam dan cocok ketika disandingkan
dengan politik modern. Dalam pandangan keduanya tentang Islamic state (negara
Islam), mereka sependapat bahwa pendirian negara Islam tidak terdapat dalam
perintah al-Qura’an dan Sunnah. Seruan untuk mendirikan negara Islam tersebut
merupakan seruan yang bersifat apologetik dan utopis. Pemikiran politik Islam
Nurcholish Madjid dan M. Amien Rais ini sangat relevan untuk dijadikan bagian
dari diskursus terhadap redefinisi politik Islam di Indonesia. Atau setidaknya dapat dijadikan
bagian dari kesinambungan historis dari wacana politik Islam pada masa Orde
Baru, sehingga umat Islam tidak mengalami miopis sebagaimana yang dikatakan
oleh Kuntowijoyo.
A. PENDAHULUAN
Islam dan politik, demikian dua kata ini tidak
habis-habisnya menjadi perbincangan (discourse) dalam khasanah
intelektual muslim sebagai idea Islam.
Dan kenyataan sepanjang sejarah.(Esposito, 1990 : xxi) Banyak dari para pemikir
Islam klasik (islamisist konvensional), modern dan neo modern,
(Azar, 1996 : 75-142) yang mencoba memberikan sebuah penjelasan hubungan antara
islam dan politik, dengan beragam cara pendekatan dan metode yang berbeda-beda.
Pada
zaman modern, perjuangan Islam terkonsentrasi dalam dua kategori. Pertama,
perjuangan pembaharuan pemikiran Islam yang bersifat ke dalam (Struggle from
with in), yang bertujuan untuk meningkatkan semangat
keberagamaan dengan memperluas cakrawala
pemikiran melalui pembaharuan pendidikan, dengan tema sentralnya adalah kembali
kepada kemurnian ajaran Islam Al-Qur’an dan As-Sunnah.. Kedua, perjuangan
politik Islam, sebagai bagian dari pembebasan ketertindasan masyarakat muslim
dari kediktatoran penguasa Islam yang despotik dan yang terutama adalah
pembebasan dari imperialisme Eropa.
Setelah
kegagalan politik Islam untuk membangun kekuatan pan-Islamismenya, perjuangan
pembebasan kaum muslimin dari kediktatoran penguasa yang despotik dan
imperialisme Barat menjadi sangat lokal, yang didasarkan atas nasionalisme
kebangsaannya. Pada fase-fase inilah selanjutnya terjadi perubahan besar wajah
politik Islam, dari pan-Islamismenya dan kekhalifahan ke bentuk negara yang
didasari atas nasionalisme kebangsaan. (Voll, 1999) Walaupun, dalam fase
selanjutnya, identitas ke-Islam-an dalam struktur negara-bangsa (nation-state)
yang didasarkan atas nasionalisme tersebut, masih terus menjadi perdebatan para
pemuka agama (Ulama’) dalam
kontek lokal masing-masing, dalam rangka pencarian bentuk dan isi, sebagai
akibat dari pengaruh besar arus demokratisasi di belahan dunia ketiga.
Perdebatan
tentang bentuk negara dan mekanisme pemerintahan dalam negara yang berdasarkan
sunnah Rosul dan doktrin kitab suci al-Qur’an ini, sangat membutuhkan waktu dan
penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi negara yang didasarkan atas landasan
tetitorial geografis, dan kultur masing-masing. Sehingga ekspresi atau
perwujudan wajah dari politik Islam saat ini, sangat berbeda-beda antar negara
muslim yang satu dengan negara muslim yang lainnya.
Wacana
pembaruan yang dikumandangkan oleh gerbong generasi pasca perjuangan ideologi
(Kuntowijoyo, 1991 : 131-134) ini, sangat mengemuka dan menjadi bagian dari
strategi perjuangan umat Islam Indonesia.(Effendi, 1998 : 125-164). Tema hangat
yang cukup mengundang perhatian publik dalam kaitannya dengan perbincangan
persoalan keharusan pembaruan pemikiran Islam di Indonesia adalah apa yang
dikemukakan oleh Nurcholish Madjid dan teman-temannya mengenai keharusan
melakukan sekularisasi, sebagai upaya desakralisasi dan rasionalisasi kehidupan
beragama. Dalam kontek ini, agama tidak hanya dipahami sebagai dimensi yang
utuh skral (suci) dengan segala pirantinya. Namun terdapat bagian-bagian yang
berubah, karena sifatnya yang sosiologis. Sehingga sekularisasi, menurut
Nurcholish adalah jalan yang perlu dilakukan umat Islam, supaya dalam berislam
masyarakat dapat membedakan antara fenomena sosial, yang sifatnya berbah-ubah
dan fenomena wahyu yang sifatnya transenden. (Rasjidi, 1977)
Dalam
pandangan Amien Rais, istilah Islamic State atau Negara Islam tidak ada
dalam al-Quran maupun dalam Sunnah. Oleh karena itu, menurut Amien Rais, tidak
ada perintah dalam Islam untuk menegakkan Negara Islam. Yang ada adalah
khilafah, yaitu suatu misi kaum Mislimin yang harus ditegakkan di muka bumi ini
untuk memakmurkan sesuai dengan petunjuk dan peraturan Allah swt., maupun Rasul-Nya.
Adapun cara pelaksanaanya, lanjut Amien Rais, al-Quran tidak menunjukkan secara
terperinci, tetapi dalam bentuk global saja. Amien mencontohkan Saudi Arabia,
sebagai suatu negara yang aneh dalam zaman modern ini, dan para pemimpinya
menyatakan tidak perlu konstitusi karena mereka sudah mempunyai sandaran
syari’ah Islam. Namun, bagi Amien aplikasi syari’ah Islam sendiri di sana
begitu sempit, dan jauh dari idealisme Islam itu sendiri. Amien menyebutkan,
seperti prinsip-prinsip monarkhi Saudi Arabia itu sendiri sudah bertabrakan
dengan prinsip-prinsip ajaran Islam di bidang kemasyarakatan dan politik.
(Amien, 1982)
Dalam
kontek ini, kedua pemikir tersebut dapat dikatakan paralel dalam gagasannya.
Walaupun dalam derivasi instrumentalnya kemudian berbeda-beda. Namun di luar
sumbangan gagasan-gagasan sebagaimana yang telah tersebut di atas,
wacana-wacana politik Islam sebagai upaya reaktualisasi dan reformulasi
teologis politik Islam di Indonesia, yang bermula dari gagasan kedua tokoh
tersebut sangatlah menarik untuk diteliti. Karena konsistensinya dalam
melakukan reformulasi teologis tentang politik Islam. Misalnya, kontribusi
Amien tentang High Politics dan Low Politics, sebagai standar
dasar kategorisasi perilaku politisi, Tauhid dengan beragam turunannya yang
dijadikan sebagai dasar-dasar etik-moral dalam politik Islam kedua tokoh
tersebut, dan lain-lain.
Pasca
reformasi, tema-tema politik Islam kembali bermunculan, menandakan seoalah
perbincangan pada masa Orde Baru belum selesai. Dan akhirnya sekarang diiringi
dengan fenomena euphoria reformasi, tema dan aksi tentang politik Islam
tersebut muncul kembali. Di sini amatlah penting kiranya untuk meneliti tentang
pemikiran kedua tokoh tersebut, terutama yang menyangkut dasar-dasar etik-moral
poliik Islam dan “Negara Islam” dengan harapan dapat memberikan kontribusi
pemikiran pasca reformasi, di mana tema-tema tersebut mulai muncul
kembali.
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, perlu dipertegas kembali rumusan
pokok masalah yang akan diteliti. Adapun
fokus masalah dalam penulisan
penelitian ini adalah : Pertama, Pemikiran politik Islam
Nurcholish Madjid dan M. Amien Rais tentang etika politik dan Negara
Islam di Indonesia serta perbedaan dan titik temunya. Kedua, Relevansi
pemikiran politik Islam Nurcholish Madjid dan M. Amien Rais di Indonesia saat
ini.
0 komentar:
Posting Komentar