Cursor Keren

Selasa, 03 Februari 2015

MAKALAH ETIKA POLITIK DAN NEGARA ISLAM



PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID DAN AMIEN RAIS
TENTANG ETIKA POLITIK DAN NEGARA ISLAM


Abstrak

Penelitian ini memfokuskan pada kajian tentang Pemikiran  Politik Islam  Nurcholish Madjid dan M. Amien Rais tentang Etika Politik dan Negara Islam di Indonesia. Dan diharapkan dari penelitian ini dapat terungkap pokok-pokok masalah yakni, Pertama, Pemikiran  politik Islam  Nurcholish Madjid dan M. Amien Rais tentang etika politik dan Negara Islam di Indonesia serta perbedaan dan titik temunya. Kedua, Relevansi pemikiran politik Islam Nurcholish Madjid dan M. Amien Rais di Indonesia saat ini.
            Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research). Data diambil dari buku-buku dan tulisan-tulisan lain yang berkaitan dengan kajian ini. Data yang terkumpul akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan alur pemikiran Interpretasi, Kesinambungan historis, dan Komparasi .
Kedua intelektual Islam Indonesia tersebut sependapat bahwa tauhid adalah landasan moral-etis dalam membangun sistem politik Islam dan cocok ketika disandingkan dengan politik modern. Dalam pandangan keduanya tentang Islamic state (negara Islam), mereka sependapat bahwa pendirian negara Islam tidak terdapat dalam perintah al-Qura’an dan Sunnah. Seruan untuk mendirikan negara Islam tersebut merupakan seruan yang bersifat apologetik dan utopis. Pemikiran politik Islam Nurcholish Madjid dan M. Amien Rais ini sangat relevan untuk dijadikan bagian dari diskursus terhadap redefinisi politik Islam  di Indonesia. Atau setidaknya dapat dijadikan bagian dari kesinambungan historis dari wacana politik Islam pada masa Orde Baru, sehingga umat Islam tidak mengalami miopis sebagaimana yang dikatakan oleh Kuntowijoyo.

 

A. PENDAHULUAN

             Islam dan politik, demikian dua kata ini tidak habis-habisnya menjadi perbincangan (discourse) dalam khasanah intelektual muslim  sebagai idea Islam. Dan kenyataan sepanjang sejarah.(Esposito, 1990 : xxi) Banyak dari para pemikir Islam klasik (islamisist konvensional), modern dan neo modern, (Azar, 1996 : 75-142) yang mencoba memberikan sebuah penjelasan hubungan antara islam dan politik, dengan beragam cara pendekatan dan metode yang berbeda-beda.
Pada zaman modern, perjuangan Islam terkonsentrasi dalam dua kategori. Pertama, perjuangan pembaharuan pemikiran Islam yang bersifat ke dalam (Struggle from with in), yang bertujuan untuk meningkatkan semangat keberagamaan  dengan memperluas cakrawala pemikiran melalui pembaharuan pendidikan, dengan tema sentralnya adalah kembali kepada kemurnian ajaran Islam Al-Qur’an dan As-Sunnah.. Kedua, perjuangan politik Islam, sebagai bagian dari pembebasan ketertindasan masyarakat muslim dari kediktatoran penguasa Islam yang despotik dan yang terutama adalah pembebasan dari imperialisme Eropa.
Setelah kegagalan politik Islam untuk membangun kekuatan pan-Islamismenya, perjuangan pembebasan kaum muslimin dari kediktatoran penguasa yang despotik dan imperialisme Barat menjadi sangat lokal, yang didasarkan atas nasionalisme kebangsaannya. Pada fase-fase inilah selanjutnya terjadi perubahan besar wajah politik Islam, dari pan-Islamismenya dan kekhalifahan ke bentuk negara yang didasari atas nasionalisme kebangsaan. (Voll, 1999) Walaupun, dalam fase selanjutnya, identitas ke-Islam-an dalam struktur negara-bangsa (nation-state) yang didasarkan atas nasionalisme tersebut, masih terus menjadi perdebatan para pemuka agama (Ulama’)  dalam kontek lokal masing-masing, dalam rangka pencarian bentuk dan isi, sebagai akibat dari pengaruh besar arus demokratisasi di belahan dunia ketiga.
Perdebatan tentang bentuk negara dan mekanisme pemerintahan dalam negara yang berdasarkan sunnah Rosul dan doktrin kitab suci al-Qur’an ini, sangat membutuhkan waktu dan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi negara yang didasarkan atas landasan tetitorial geografis, dan kultur masing-masing. Sehingga ekspresi atau perwujudan wajah dari politik Islam saat ini, sangat berbeda-beda antar negara muslim yang satu dengan negara muslim yang lainnya.
Wacana pembaruan yang dikumandangkan oleh gerbong generasi pasca perjuangan ideologi (Kuntowijoyo, 1991 : 131-134) ini, sangat mengemuka dan menjadi bagian dari strategi perjuangan umat Islam Indonesia.(Effendi, 1998 : 125-164). Tema hangat yang cukup mengundang perhatian publik dalam kaitannya dengan perbincangan persoalan keharusan pembaruan pemikiran Islam di Indonesia adalah apa yang dikemukakan oleh Nurcholish Madjid dan teman-temannya mengenai keharusan melakukan sekularisasi, sebagai upaya desakralisasi dan rasionalisasi kehidupan beragama. Dalam kontek ini, agama tidak hanya dipahami sebagai dimensi yang utuh skral (suci) dengan segala pirantinya. Namun terdapat bagian-bagian yang berubah, karena sifatnya yang sosiologis. Sehingga sekularisasi, menurut Nurcholish adalah jalan yang perlu dilakukan umat Islam, supaya dalam berislam masyarakat dapat membedakan antara fenomena sosial, yang sifatnya berbah-ubah dan fenomena wahyu yang sifatnya transenden. (Rasjidi, 1977)
Dalam pandangan Amien Rais, istilah Islamic State atau Negara Islam tidak ada dalam al-Quran maupun dalam Sunnah. Oleh karena itu, menurut Amien Rais, tidak ada perintah dalam Islam untuk menegakkan Negara Islam. Yang ada adalah khilafah, yaitu suatu misi kaum Mislimin yang harus ditegakkan di muka bumi ini untuk memakmurkan sesuai dengan petunjuk dan peraturan Allah swt., maupun Rasul-Nya. Adapun cara pelaksanaanya, lanjut Amien Rais, al-Quran tidak menunjukkan secara terperinci, tetapi dalam bentuk global saja. Amien mencontohkan Saudi Arabia, sebagai suatu negara yang aneh dalam zaman modern ini, dan para pemimpinya menyatakan tidak perlu konstitusi karena mereka sudah mempunyai sandaran syari’ah Islam. Namun, bagi Amien aplikasi syari’ah Islam sendiri di sana begitu sempit, dan jauh dari idealisme Islam itu sendiri. Amien menyebutkan, seperti prinsip-prinsip monarkhi Saudi Arabia itu sendiri sudah bertabrakan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam di bidang kemasyarakatan dan politik. (Amien, 1982)
Dalam kontek ini, kedua pemikir tersebut dapat dikatakan paralel dalam gagasannya. Walaupun dalam derivasi instrumentalnya kemudian berbeda-beda. Namun di luar sumbangan gagasan-gagasan sebagaimana yang telah tersebut di atas, wacana-wacana politik Islam sebagai upaya reaktualisasi dan reformulasi teologis politik Islam di Indonesia, yang bermula dari gagasan kedua tokoh tersebut sangatlah menarik untuk diteliti. Karena konsistensinya dalam melakukan reformulasi teologis tentang politik Islam. Misalnya, kontribusi Amien tentang High Politics dan Low Politics, sebagai standar dasar kategorisasi perilaku politisi, Tauhid dengan beragam turunannya yang dijadikan sebagai dasar-dasar etik-moral dalam politik Islam kedua tokoh tersebut, dan lain-lain.
Pasca reformasi, tema-tema politik Islam kembali bermunculan, menandakan seoalah perbincangan pada masa Orde Baru belum selesai. Dan akhirnya sekarang diiringi dengan fenomena euphoria reformasi, tema dan aksi tentang politik Islam tersebut muncul kembali. Di sini amatlah penting kiranya untuk meneliti tentang pemikiran kedua tokoh tersebut, terutama yang menyangkut dasar-dasar etik-moral poliik Islam dan “Negara Islam” dengan harapan dapat memberikan kontribusi pemikiran pasca reformasi, di mana tema-tema tersebut mulai muncul kembali. 

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, perlu dipertegas kembali  rumusan  pokok masalah yang akan diteliti. Adapun  fokus masalah  dalam penulisan penelitian ini adalah : Pertama, Pemikiran  politik Islam  Nurcholish Madjid dan M. Amien Rais tentang etika politik dan Negara Islam di Indonesia serta perbedaan dan titik temunya. Kedua, Relevansi pemikiran politik Islam Nurcholish Madjid dan M. Amien Rais di Indonesia saat ini.

0 komentar:

Posting Komentar