BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari
pergaulan antar sesama dan hubungan dengan sang pencipta. Sebagai makhluk yang
berakal, sudah selayaknya ketika menghadap Tuhannya harus mematuhi rambu-rambu
yang digariskan oleh syara’. Bahkan, ketika bermunajat dengan Sang Khaliq pun,
harus diperhatikan aturan mainnya, diantaranya adalah dengan melakukan thaharah
sebagai mediator dalam beribadah kepaad Alloh.
Setiap kegiatan
ibadah umat Islam pasti melakukan membersihkan (thaharah) terlebih dahulu mulai
dari wuhdu. Wudhu adalah sebuah syariat kesucian yang Alloh ‘azza Wa Jalla
tetapkan kepada kaum muslimin. Sebagai pendahuluan bagi shalat dan ibadah
lainnya. Di dalamnya terkandung sebuah hikmah yang mengisyaratkan kepada kita
bahwa hendaknya seorang muslim memulai ibadah dan kehidupannya dengan kesucian
lahir batin. Sebab kata ini sendiri berasal dari kata yang mengandung makna
“kebersihan dan keindahan”.
Wudhu disyariatkan bukan hanya ketika kita hendak beribadah,
bahkan juga disyariatkan pada seluruh kondisi. Oleh karena itu, seorang muslim
dianjurkan agar selalu dalam kondisi bersuci (wudhu) sebagaimana yang dahulu
yang dilazimi oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang mulia. Mereka senantiasa
berwudhu, baik dalam keadaan senang ataupun susah dan kurang menyenangkan
(seperti saat muslim hujan dan dingin).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian wudhu dan dasar
hukumnya?
2. Apa saja rukun-rukun wudhu beserta
syarat-syarat wudhu?
3. Apa saja hal-hal yang membatalkan
wudhu?
4. Apa saja sunnah-sunnah wudhu?
5. Bagaimana hukum wudhu dengan salju?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Dasar Hukum Wudhu
1. Pengertian Secara Bahasa
Al Imam Ibnu Atsir Al-Jazary rohimahumullah (seorang ahli
bahasa) menjelaskan bahwa jika dikatakan wadhu’ (اَلْوَضُوءْ), maka yang
dimaksud adalah air yang digunakan berwudhu. Bila dikatakan wudhu (الُوضُوءْ), maka yang
diinginkan di situ adalah perbuatannya. Jadi, wudhu adalah perbuatan sedang
wadhu adalah air wudhu.[1][1]
Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’iy rohimahulloh, kata wudhu
terambil dari kata al-wadho’ah / kesucian (اَلْوَضُوءْ). Wudhu
disebut demikian, karena orang yang sholat membersihkan diri dengannya.
Akhirnya, ia menjadi orang yang suci.”[2][2]
2.
Pengertian Secara Syari’at
Sedangkan
menurut Syaikh Sholih Ibnu Ghonim As-Sadlan Hafishohulloh:
مَعْنَى
الْوُضُوْءِ : اَسْتَعْمِلُ مَاءٍ طَهُوْرٍ فِى اْلأَعْضَاءِ اْلاَرْبَعَةِ عَلَى
صِفَةٍ مَخْصُوْصَةٍ فِى الشَّرْعِ
Artinya:
mak awudhu adalah menggunakan air yang suci lagi menyucikan pada
anggota-anggota badan yang empat (wajah, tangan, kepala dan kaki) berdasarkan
tata cara yang khusus menurut syariat”.[3][3]
Jadi
definisi wudhu bila ditinjau dari sisi syariat adalah suatu bentuk peribadatan
kepada Alloh Ta’ala dengan mencuci anggota tubuh tertentu dengan tata cara yang
khusus.
Disyari’atkan
wudhu ditegaskan berdasarkan 3 macam alasan:[4][4]
[1][1]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin, An-Nihayah Fi Gharib Al-Hadits wa
Al-Atsar, Cet. 5 (Mesir: Jannatul Afkar, 2008), 428
[2][2]
Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqulani, Fathul Baari Syarah Shahih
Al-Bukhari, Cet I (Jakarta Selatan, Pustaka Azam, 2001), 306
[3][3]
Abdullah bin Muhammad Al Thoyaar. Kitab Riasalah fi Al-Fiqh Al-Muyassar
Cet. I (riyadh: Madar Al-Wathoni Lin Nasyr, tt), 19
[4][4]
Zainuddin bin Muhammad Al-Ghazaly Al Mailbary. Fatkhul Mu’in (Surabaya,
Barul Al Ilmi, tt), 5
0 komentar:
Posting Komentar